RUU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDHAE) tidak transparan dan partisipatif? Sudah kita ketahui bahwasanya DPR RI telah menyetujui terkait Rancangan Undang-Undang tentang perubahan undang undang No.5 tahun 1990. Namun terdapat beberapa kejanggalan yang menonjol yaitu minimnya pelibatan masyarakat, hal ini disampaikan oleh Cindy Julianty yang menolak pengesahan dan mendesak penundaan dalam mengesahkan RUU KSDHAE. Cindy Julianty (perwakilan koalisi BRWA) mengungkapkan ada beberapa alasan mengapa ia menolak salah satunya adalah RUU KSDHAE tidak transparan dan partisipatif. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya dokumen pada situs website DPR RI.
Ketidak transparannya RUU KSDHAE ini diperhatikan oleh Greenpeace Indonesia, Greenpeace Indonesia menilai ada sederet masalah dalam proses formil maupun substansi Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) yang disahkan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa, 9 Juli lalu. Secara formil, proses pembahasan rancangan UU KSDAHE sangat minim pelibatan masyarakat.
“Pembahasan rancangan UU KSDAHE tak berjalan transparan. Sejumlah organisasi masyarakat sipil kesulitan untuk memonitor prosesnya. Pemerintah dan DPR patut ditengarai telah mengabaikan partisipasi publik yang bermakna dalam proses penyusunan dan pembahasan RUU KSDAHE,” kata Sekar Banjaran Aji, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.
Banyak pihak yang menyayangkan hal tersebut apalagi prinsip transparansi salah satu hal yang penting, Transparansi merupakan prinsip yang diyakini saat ini dapat memperkuat upaya demokratisasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap badan-badan publik khususnya pemerintah.
Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundangundangan yang baik, meliputi: (a) kejelasan tujuan; (b) kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; (c) kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; (d) Dapat dilaksanakan; (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan; (f) kejelasan rumusan; dan (g) keterbukaan. Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundangundangan mulai dariperencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas.
Comments